Rabu, 15 Maret 2017
Kamis, 22 September 2016
Nirwasita Tantra tertinggi di Raih Tanjung Jabung Timur
Info Radio Sidomukti FM, Atas keberhasilannya dalam merumuskan dan
menetapkan kebijakan program pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup
secara berkelanjutan, Kabupaten Tanjung Jabung Timur meraih penghargaan terbaik
Nirwasita Tantra dari sebelas kabupaten kota lainnya di Propinsi jambi.
Penghargaan Nirwasita Tantra ini disampaikan langsung oleh
Wakil Gubernur Jambi, H. Fachrori Umar
kepada Wakil Bupati Tanjung jabung Timur, H. Robby Nahliansyah, pada acara puncak
peringatan Hari Lingkungan Hidup dan Hari kebangkitan Teknologi Nasional
(Harketnas) tingkat Propinsi Jambi, di Pendopo lapangan kantor Bupati Muarajambi,
kamis (22/9).
Bukan hanya itu, pada
kesempatan yang sama SMAN 2 Tanjab Timur juga berhasil menyabet gelar juara II
karya tulis ilmiah dengan mengusung tema “pemanfaatan Buah Senduduk sebagai
kertas lagmus Untuk pengujian Sifat asam dan basa” yang diterima oleh pelajar
Tria Gusti putri dan Dwi Wulandari.
“Kami menyampaikan terima kasih kepada Pak Gubernur atas
penghargaan ini, tentunya kedepan kita akan tingkatkan bukan hanya
penghargaannya tapi juga aplikasinya dilingkungan sekitar juga akan lebih kita tingkatkan”, ujar
H. Robby kepada wartawan disela-sela acara.
Dikatakannya, pemerintah kabupaten sendiri berdasarkan amanah Undang-Undang tentang
lingkungan hidup akan secepatnya
melakukan pembenahan terhadap RTRW yang ada, ini dilakukan agar semuanya lebih
bersinergis.
Senin, 13 Juni 2016
Kurma (Phoenix dactylifera)
Kurma (Phoenix dactylifera) adalah pohon yang paling banyak disebut
di Al-Qur’an, ada setidaknya 21 kali penyebutan dalam berbagai konteks.
Ini menunjukkan bahwa pohon kurma ini adalah pohon yang istimewa untuk
kehidupan manusia.
Penyebutan di Al-Qur’an tersebut bahkan juga dikuatkan dengan
berbagai hadits Nabi yang sangat banyak yang terkait dengan kurma ini.
Baik itu dalam konteks keberkahan pohon kurma – keberkahannya seperti
keberkahan seorang muslim, konteks mencegah kelaparan sampai sebagai
sumber pengobatan berbagai penyakit.
Berbagai riset modern membuktikan bahwa kurma menurunkan risiko
jantung, kanker, hipertensi, diabetes, menurunkan LDL kolesterol, dan
sebagainya. Mengkonsumsi kurma juga sangat baik dilakukan oleh ibu-ibu
yang menyusui karena buah kurma berperan dalam meningkatkan kualitas
ASI.
Pohon kurma selama ini disalah fahami sebagai tanaman orang Arab,
padahal di dearah ini khususnya di Thailand yang iklimnya sangat mirip
dengan Indonesia – mereka sudah menanam ratusan ribu hektar kurma dan
sudah merencanakan untuk menjadi eksportir kurma dunia dalam waktu yang
sangat dekat – saat ini kebun-kebun kurma mereka sudah siap panen!
Dalam hal pengembangan kurma, Indonesia masih sangat jauh ketinggalan
dibandingkan Thailand – bahkan bila tidak ada upaya untuk
menggerakkannya, sudah hampir pasti Indonesia akan menjadi importir
kurma dari Thailand menyusul impor buah lainnya seperti durian, dan
sebagainya.
Di Indonesia, pohon kurma baru sebatas hobi dan lifestyle – menanam
untuk kegemaran saja. Bahkan banyak yang mengira pohon ini tidak bisa
tumbuh baik dan berbuah di Indonesia. Dengan bukti yang sangat masif di
Thailand tersebut, keraguan ini mestinya sudah tidak perlu lagi.
Hanya memang karena ketertinggalan kita, masih sangat banyak yang
perlu dikejar. Misalnya tentang pembibitan pohon kurma yang sudah
teridentifikasi jenis kelaminnya, saat ini Startup Center masih berjuang
keras bersama FMIPA–IPB untuk bisa mewujudkannya.
Pembibitan dengan biji sudah berhasil dan bahkan sudah banyak disebar
luaskan, hanya saja pembibitan dengan biji ini belum menghasilkan jenis
kelamin pohon kurma yang teridentifikasi dari awal. Artinya masih harus
menunggu pohon-pohon tersebut berbunga paling cepat sekitar tujuh tahun
yang akan datang untuk mengetahui mana yang jantan dan mana yang
betina.
Saat itupun kita baru bisa belajar membuahkannya dengan mengawinkan
bunga jantan dan bunga betina. Artinya kita sudah ketinggalan beberapa
tahun dibandingkan negeri tetangga khususnya Thailand.
Tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, apalagi
mengingat pohon kurma bukan hanya kita perlukan buahnya. Serbuk sari
jantan bisa menjadi bahan baku industri makanan suplemen yang sangat
baik untuk kesehatan.
Lebih dari itu, pohon kurma juga disebut secara khusus di Al-Qur’an
(QS 36:34) sebagai pohon yang bisa memancarkan mata air atau bahkan
mengalirkan anak sungai (QS 19:24). Artinya kebun-kebun kurma bisa
menjadi solusi untuk konservasi mata air sebagi sumber penghidupan di
bumi.
Jennifer Lopez kembali dengan single terbarunya yang berjudul “Ain’t Your Mama
Diva
yang telah lama malang melintang di industri musik ini merilis single
terbarunya berjudul 'Ain’t Your Mama', yang merupakan karya dari Meghan
Trainor. Dirilisnya single ini sekaligus menandai kembalinya JLo ke
label Epic Records yang selama ini telah membesarkan namanya. Jennifer
Lopez adalah ikon di dunia musik global. Penyanyi, businesswoman serta
juri dari American Idol ini telah merilis 6 album bersama Epic Records
sejak rentang tahun 1999 – 2007. JLo telah membukukan penjualan album
lebih dari 12,5 juta kopi hanya di Amerika Serikat saja.
Single
'Ain’t Your Mama' sudah diluncurkan sejak awal April dan langsung
mendapatkan respon luar biasa dari penggemarnya di seantero dunia. Sejak
hari pertama perilisannya hingga sekarang, single ini telah menduduki
10 besar tangga lagu di 30 negara, beberapa di antaranya adalah di
tangga lagu Yunani #1, Finlandia #2, Spanyol #3, Filipina #4, Brasil
#6, Argentina #6, Swedia #7, Polandia #7, Russia #8, Amerika #9, Kanada
#9 dan Belanda #10.
Saksikan penampilan JLo untuk pertama kalinya membawakan 'Ain’t Your Mama' secara memukau di ajang Final American Idol 2016.
Sabtu, 11 Juni 2016
PERPPU HUKUMAN KEBIRI
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 23 Th. 2002 mengenai perlindungan anak. Perppu ini diterbitkan karena meningkatnya kekerasan seksual pada anak dengan sangat signifikan dan dalam peraturan ini, pelaku kekerasan seksual akan dikenakan hukuman kebiri kimiawi hingga hukuman mati. Namun Perppu ini mengundang perdebatan dan dianggap tidak relevan, karena kekerasan seksual dianggap bukan semata-mata faktor libido manusia.
MAKNA KERIS DALAM KEBUDAYAAN JAWA
Keris ialah sejenis senjata pendek kebangsaan Melayu yang digunakan
sejak melebihi 600 tahun dahulu. Senjata ini memang unik di dunia
Melayu dan boleh didapati di kawasan berpenduduk Melayu seperti
Malaysia, Indonesia, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan
(Mindanao), dan Brunei.
Keris digunakan untuk mempertahankan diri (misalnya sewaktu
bersilat) dan sebagai alat kebesaran diraja. Senjata ini juga merupakan
lambang kedaulatan orang Melayu. Keris yang paling masyhur ialah keris
Taming Sari yang merupakan senjata Hang Tuah, seorang pahlawan Melayu
yang terkenal.
Keris purba berasal dari Kepulauan Jawa telah digunakan antara abad
ke-9 dan ke-14. Senjata ini terbagi kepada tiga bagian, yaitu mata,
hulu, dan sarung. Keris sering dikaitkan dengan kuasa mistik oleh orang
Melayu pada zaman dahulu. Antara lain, kepercayaan bahwa keris memunyai
semangatnya tersendiri.
Keris menurut amalan Melayu tradisional perlu dijaga dengan cara
diperasapkan pada masa-masa tertentu, malam Jumat misalnya. Ada juga
amalan mengasamlimaukan keris sebagai cara untuk menjaga logam keris dan
juga untuk menambah bisanya. Ada pepatah yang menyatakan: “Penghargaan
pada seseorang tergantung karena busananya.” Mungkin pepatah itu lahir
dari pandangan psikolog yang mendasarkan pada kerapian, kebersihan
busana yang dipakai seseorang, itu menunjukkan watak atau karakter yang
ada dalam diri orang itu. Di kalangan masyarakat Jawa Tengah pada
umumnya untuk suatu perhelatan tertentu, misalnya pada upacara
perkawinan, para kaum prianya harus mengenakan busana Jawi jangkep
(busana Jawa lengkap).
Dan kewajiban itu harus ditaati terutama oleh mempelai pria, yaitu
harus menggunakan/memakai busana pengantin gaya Jawa, yaitu berkain
batik, baju pengantin, tutup kepala (kuluk), dan juga sebilah keris
diselipkan di pinggang. Mengapa harus keris? Karena keris itu oleh
kalangan masyarakat di Jawa dilambangkan sebagai simbol “kejantanan”.
Dan terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan
hadir dalam upacara temu pengantin, maka ia diwakili sebilah keris.
Keris merupakan lambang pusaka.
Pandangan ini sebenarnya berawal dari kepercayaan masyarakat Jawa
dulu, bahwa awal mula eksistensi mahkluk di bumi atau di dunia bersumber
dari filsafat agraris, yaitu dari menyatunya unsur lelaki dengan unsur
perempuan. Di dunia ini, Allah SWT menciptakan makhluk dalam dua jenis
seks yaitu lelaki dan perempuan, baik manusia, hewan, maupun
tumbuh-tumbuhan. Kepercayaan pada filsafat agraris ini sangat mendasar
di lingkungan keluarga besar Karaton di Jawa, seperti Karaton Kasunanan
Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan lain-lain. Kepercayaan itu mulanya
dari Hinduisme yang pernah dianut oleh masyarakat di Jawa. Lalu muncul
pula kepercayaan tentang bapak angkasa dan ibu bumi/pertiwi.
Yang juga dekat dengan kepercayaan filsafat agraris di masyarakat
Jawa terwujud dalam bentuk upacara kirab pusaka pada menjelang satu Sura
dalam kalender Jawa dengan mengkirabkan pusaka unggulan Keraton yang
terdiri dari senjata tajam: tombak pusaka, pisau besar (bendho).
Arak-arakan pengirab senjata pusaka unggulan Karaton berjalan
mengelilingi kompleks Keraton sambil memusatkan pikiran, perasaan,
memuji dan memohon kepada Sang Maha Pencipta alam semesta, untuk beroleh
perlindungan, kebahagiaan, kesejahteraan lahir dan batin.
Fungsi utama dari senjata tajam pusaka dulu adalah alat untuk
membela diri dari serangan musuh, dan binatang atau untuk membunuh
musuh. Namun kemudian fungsi dari senjata tajam seperti keris pusaka
atau tombak pusaka itu berubah. Di masa damai, kadang orang menggunakan
keris hanya sebagai kelengkapan busana upacara kebesaran saat temu
pengantin. Maka keris pun dihias dengan intan atau berlian pada pangkal
hulu keris. Bahkan sarungnya yang terbuat dari logam diukir sedemikian
indah, berlapis emas berkilauan sebagaikebanggaan pemakainya. Lalu, tak
urung keris itu menjadi komoditas bisnis yang tinggi nilainya.
Tosan aji atau senjata pusaka itu bukan hanya keris dan tombak khas
Jawa, melainkan hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki senjata
tajam pusaka andalan,seperti rencong di Aceh, badik di Makassar, pedang,
tombak berujung tiga (trisula), keris bali, dan lain-lain.
Ketika Sultan Agung menyerang Kadipaten Pati dengan gelar perang
Garudha Nglayang, Supit Urang, Wukir Jaladri, atau gelar Dirada Meta,
prajurit yang mendampingi menggunakan senjata tombak yang wajahnya
diukir gambar kalacakra. Keris pusaka atau tombak pusaka yang
merupakan pusaka unggulan itu keampuhannya bukan saja karena dibuat dari
unsur besi baja, besi, nikel, bahkan dicampur dengan unsur batu
meteorid yang jatuh dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara
pembuatannya disertai dengan iringan doa kepada Sang Maha Pencipta Alam
(Allah SWT) dengan suatu upaya spiritual oleh Sang Empu. Dengan begitu,
kekuatan spiritual Sang Maha Pencipta Alam itu pun dipercayai orang
sebagai kekuatan magis atau mengandung tuah sehingga dapat memengaruhi
pihak lawan menjadi ketakutan kepada pemakai senjata pusaka itu.
Pernah ada suatu pendapat yang berdasarkan pada tes ilmiah terhadap
keris pusaka dan dinyatakan bahwa keris pusaka itu mengeluarkan
energi/kekuatan yang tidak kasat mata (tak tampak dengan mata biasa).
Yang menarik hati adalah keris yang dipakai untuk kelengkapan busana
pengantin pria khas Jawa. Keris itu dihiasi dengan untaian bunga mawar
melati yang dikalungkan pada hulu batang keris. Ternyata itu bukan hanya
sekadar hiasan, melainkan mengandung makna untuk mengingatkan orang
agar jangan memiliki watak beringas, emosional, pemarah,
adigang-adigung-adiguna, sewenang-wenang, dan mau menangnya sendiri
seperti watak Arya Penangsang.
Kaitannya dengan Arya Penangsang ialah saat Arya Penangsang
berperang melawan Sutawijaya, karena Penangsang pemarah, emosional,
tidak bisa menahan diri, perutnya tertusuk tombak Kyai Plered yang
dihujamkan oleh Sutawijaya. Usus keluar dari perutnya yang robek. Dalam
keadaan ingin balas dendam dengan penuh kemarahan, Penangsang yang sudah
kesakitan itu mengalungkan ususnya ke hulu keris di pinggangnya. Ia
terus menyerang musuhnya. Pada suatu saat Penangsang akan menusuk
lawannya dengan keris Kyai Setan Kober di bagian pinggang, begitu keris
dihunus, ususnya terputus oleh mata keris pusakanya. Penangsang mati
dalam perang dahsyat yang menelan banyak korban. Dari peristiwa itulah
muncul ide keris pengantin dengan hiasan untaian bunga mawar dan melati.
Tosan aji atau senjata pusaka seperti tombak, keris dan lain-lain
itu bisa menimbulkan rasa keberanian yang luar biasa kepada pemilik atau
pembawanya. Orang menyebut itu sebagai piyandel, penambah
kepercayaan diri. Bahkan keris pusaka atau tombak pusaka yang diberikan
oleh Sang Raja terhadap bangsawan keraton itu mengandung kepercayaan
Sang Raja terhadap bangsawan unggulan itu. Namun manakala kepercayaan
sang raja itu dirusak oleh perilaku buruk sang adipati yang diberi keris
tersebut, maka keris pusaka pemberian itu akan ditarik/diminta kembali
oleh sang raja.
Hubungan keris dengan sarungnya secara khusus oleh masyarakat Jawa
diartikan secara filosofis sebagai hubungan akrab, menyatu untuk
mencapai keharmonisan hidup di dunia. Maka lahirlah filosofi
“manunggaling kawula-Gusti”, bersatunya abdi dengan rajanya, bersatunya
insan kamil dengan Penciptanya, bersatunya rakyat dengan pemimpinnya,
sehingga kehidupan selalu aman damai, tentram, bahagia, sehat sejahtera.
Manusia, selain saling menghormati satu dengan yang lain masing-masing,
juga harus tahu diri untuk berkarya sesuai dengan porsi dan fungsinya
masing-masing secara benar. Namun demikian, makna yang dalam dari tosan
aji sebagai karya seni budaya nasional yang mengandung pelbagai aspek
dalam kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya, kini terancam
perkembangannya karena aspek teknologi sebagai sahabat budayanya kurang
diminati ketimbang aspek legenda dan magisnya.
Empu dari Zaman Ke Zaman
Dua arti dalam istilah empu, pertama dapat berarti sebutan
kehormatan misalnya Empu Sedah atau Empu Panuluh. Arti yang kedua adalah
“ahli dalam pembuatan keris”. Dalam kesempatan ini, empu yang kami
bicarakan adalah seseorang yang ahli dalam pembuatan keris. Dengan
tercatatatnya berbagai nama “keris” pastilah ada yang membuat.
Pertama-tama yang harus diketahui adalah tahapan zaman terlahirnya
“keris” itu, kemudian meneliti bahan keris, dan ciri khas sistem
pembuatan keris. Ilmu untuk kepentingan itu dinamakan “tangguh”. Dengan
ilmu tangguh itu, kita dapat mengenali nama para empu dan hasil karyanya
yang berupa bilahan-bilahan keris, pedang, tombak, dan lain-lainnya.
Ada pun pembagian tahapan-tahapan zaman itu adalah sebagai berikut:
1. Kuno (Budho) tahun 125 – 1125 M, meliputi kerajaan-kerajaan:
Purwacarita, Medang Siwanda, Medang Kamulan, Tulisan, Gilingwesi,
Mamenang, Penggiling Wiraradya, Kahuripan, dan Kediri.
2. Madyo Kuno (Kuno Pertengahan) tahun 1126 – 1250 M, meliputi kerajaan-kerajaan: Jenggala, Kediri, Pajajaran, dan Cirebon.
3. Sepuh Tengah (Tua Pertengahan) tahun 1251 – 1459 M, meliputi
kerajaan-kerajaan: Jenggala, Kediri, Tuban, Madura, Majapahit, dan
Blambangan.
4. Tengahan (Pertengahan) tahun 1460 – 1613 M, meliputi kerajaan-kerajaan: Demak, Pajang, Madiun, dan Mataram.
5. Nom (Muda) tahun 1614 M – sekarang, meliputi kerajaan-kerajaan: Kartasura dan Surakarta.
Telah kami ketengahkan tahapan-tahapan zaman kerajaan yang memunyai
hubungan langsung dengan tahapan zaman perkerisan. Dengan demikian pada
setiap zaman kerajaan itu terdapat beberapa orang “eyang” yang bertugas
untuk menciptakan keris.
Keris-keris ciptaan empu itu setiap zaman memunyai ciri-ciri khas
tersendiri. Sehingga para pendata benda pusaka itu tidak kebingungan.
Ciri khas terletak pada segi garap dan kualitas besinya. Kualitas besi
merupakan ciri khas yang paling menonjol, sesuai dengan tingkat sistem
pengolahan besi pada zaman itu, juga penggunaan bahan “pamor” yang
memunyai tahapan-tahapan pula. Bahan pamor yang mula-mula dipergunakan
batu “meteor” atau “batu bintang” yang dihancurkan dengan menumbuknya
hingga seperti tepung. Kemudian kita mengenali titanium semacam besi
warnanya keputihan seperti perak; besi titanium dipergunakan pula
sebagai bahan pamor. Titanium memunyai sifat keras dan tidak dapat
berkarat, sehingga baik sekali untuk bahan pamor. Sesuai dengan asalnya
di Prambanan maka pamor tersebut dinamakan pamor Prambanan. Keris dengan
pamor Prambanan dapat dipastikan bahwa keris tersebut termasuk
bertangguh Nom, karena diketemukannya pada zaman Kerajaan Mataram
Kartasura (1680-1744).
Setelah wayang pada tahun 2003, kini giliran keris Indonesia diakui
sebagai salah satu warisan budaya dunia yang mesti dilestarikan.
Pengakuan UNESCO di Paris 25 November 2005 itu tentu merupakan percikan
berita segar di tengah serba keterpurukan Indonesia akhir-akhir ini.
Keris, seperti juga teater Kabuki dari Jepang, pentas tradisional India— Ramlila yang mengetengahkan epik Ramayana—Samba
dari Brasil, Mak Yong dari Melayu, ”Masih hidup dan dihayati, tradisi
masih berlanjut. Berbeda dengan budaya samurai di Jepang yang kini sudah
mati,” ungkap Direktur Jenderal Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) Koichiro
Matsuura, yang ditemui Kompas pekan lalu, beberapa saat setelah menyerahkan sertifikat pengakuan UNESCO itu kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta.
Sebenarnya ada 64 warisan budaya yang diusulkan berbagai negara
untuk diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO tahun ini. Akan tetapi,
setelah melalui penilaian para juri yang bersidang pada 20-24 November
2005 dengan ketua Putri Basma binti Talal dari Jordania, hanya 43 yang
diakui sebagai warisan budaya oral serta nonbendawi manusia (intangible cultural heritage of humanity). Sementara mahakarya (masterpiece)
yang diakui UNESCO tahun 2001 serta tahun 2003, termasuk wayang,
jumlahnya 47. Maka, total mahakarya warisan budaya dunia yang diakui 90.
”Proklamasi yang ketiga kali ini kemungkinan adalah yang terakhir.
Konvensi akan segera dilaksanakan segera setelah 30 negara memiliki
instrumen ratifikasi dan disetujui, seperti yang sudah dilakukan 26
negara sebelumnya,” ungkap Matsuura. Ratusan ribu dollar AS per tahun
diperkirakan akan mengalir guna melestarikan keris Indonesia dan juga
wayang.
”Lewat momentum penghargaan UNESCO ini mestinya kita menata kembali
pandangan tentang keris,” ungkap Ir Haryono Haryoguritno, pakar keris
yang memimpin tim riset pustaka dan lapangan juga diskusi selama setahun
sejak Agustus 2004.
Laporan keris
Setelah mendatangi komunitas perkerisan di Jawa Tengah, Jawa Timur,
Madura, Bali, dan Lombok, Haryono yang dibantu Waluyo Wijayatno dari
perkumpulan penggemar keris Damartaji dan warga negara Indonesia asal
Australia, Gaura Mancacaritadipura, merangkumnya dalam sebuah laporan
tebal untuk UNESCO. Juga diserahkan film budaya perkerisan yang
berdurasi 10 menit serta 120 menit. Kalau selama ini banyak media cetak
maupun elektronik lebih sering mengekspos ”pandangan-pandangan miring”
yang dihubungkan dengan mistik buruk keris (dalam sinetron-sinetron
perdukunan), maka menurut Haryono, semestinya kini Indonesia juga
menyadari betapa dunia ternyata menghargai warisan budaya nenek moyang
yang dalam beberapa kesempatan sering disingkirkan oleh bangsa Indonesia
sendiri.
”Keris, selama ini sering digambarkan di (sinetron-sinetron)
televisi, bisa terbang, atau bersinar-sinar, dan lekat dengan dunia
dukun,” kata Waluyo. Atau kalangan awam, yang selalu menghubungkan sosok
keris dengan Empu Gandring serta dongeng Ken Arok, yang membunuh empu
pembikinnya tersebut dengan keris yang dipesannya. Sang Empu mengutuk,
keris yang sebenarnya belum selesai dibikin itu akan makan korban tujuh
turunan, termasuk Ken Arok sendiri. Keris selama ini dipandang dekat
dengan dunia perdukunan, sementara negeri tetangga, Singapura, malah
sudah lebih dulu memakai identitas keris sebagai kebanggaan mereka.
Maskapai penerbangan negeri ini, Singapore Airlines, memakai Kris Lounge
sebagai ruang tunggu VIP bagi para penumpangnya di bandar udara. Atau KrisFlyer, sebuah layanan bagi mereka yang sering menggunakan jasa maskapai tersebut.KrisMagazine untuk majalah mereka, dan KrisShop untuk layanan jualan suvenir mereka di pesawat.
Karya Agung
UNESCO memandang keris memiliki nilai luar biasa sebagai karya
agung ciptaan manusia. Selain berakar dalam tradisi budaya dan sejarah
masyarakat Indonesia, keris juga masih berperan sebagai jati diri
bangsa, sumber inspirasi budaya, dan masih berperan sosial di
masyarakat. Jika usulan wayang sampai empat kali dikembalikan
laporannya—sebelum diakui sebagai warisan dunia 2003—usulan keris
langsung diterima.
”Indonesia perlu bangga,” ungkap Matsuura, yang sempat mengoreksi
cara seorang pejabat Indonesia menarik sebilah keris dari warangkanya
itu. Meski orang Jepang, Matsuura lebih berminat terhadap produk budaya
asal Indonesia ini. Tidak sekadar tahu.
Anatomi atau Ricikan Keris
Anatorni keris dikenal juga dengan istilah ricikan keris. Berikut ini akan diuraikan anatorni keris satu persatu.
1. Ron Dha, yaitu ornamen pada huruf Jawa dha.
2. Sraweyan, yaitu dataran yang merendah di belakang sogogwi, di atas ganja.
3. Bungkul, bentuknya seperti bawang, terletak di tengah-tengah dasar bilah dan di atas ganja.
4. Pejetan, bentuknya seperti bekas pijatan ibu jari yang terletak di belakang gandik.
5. Lambe Gajah, bentuknya menyerupai bibir gajah. Ada yang rangkap dan Ietaknya menempel pada gandik.
6. Gandik, berbentuk penebalan agak bulat yang memanjang dan terletak di atas sirah cecak atau ujung ganja.
7. Kembang Kacang, menyerupai belalai gajah dan terletak di gandik bagian atas.
8. Jalen, menyerupai taji ayam jago yang menempel di gandik.
9. Greneng, yaitu ornamen berbentuk huruf Jawa dha ( ) yang berderet.
10. Tikel Alis, terletak di atas pejetan dan bentuknya rnirip alis mata.
11. Janur, bentuk lingir di antara dua sogokan.
12. Sogokan depan, bentuk alur dan merupakan kepanjangan dari pejetan.
13. Sogokan belakang, bentuk alur yang terletak pada bagian belakang.
14. Pudhak sategal, yaitu sepasang bentuk menajam yang keluar dari bilah bagian kiri dan kanan.
15. Poyuhan, bentuk yang menebal di ujung sogokan.
16. Landep, yaitu bagian yang tajam pada bilah keris.
17. Gusen, terletak di be!akang landep, bentuknya memanjang dari sor-soran sampai pucuk.
18. Gula Milir, bentuk yang meninggi di antara gusen dan kruwingan.
19. Kruwingan, dataran yang terietak di kiri dan kanan adha-adha.
20. Adha-adha, penebalan pada pertengahan bilah dari bawah sampal ke atas.
Pamor, Kekuatan Simbolik Keris
Keris tidak dapat terpisahkan dengan peradaban Jawa. Dalam pandangan masyarakat Jawa, keris atau curiga merupakan salah satu pusaka kelengkapan budaya. Kekuatan simbolik keris dipercayai masyarakat Jawa terletak pada pamor, yaitu bahan campuran pembuatan keris berupa besi meteor. Jenis bahan ini mengandung unsur besi dan nikel.
“Pamor adalah benda berasal dari angkasa. Di antara besi pamor
terkenal adalah ‘pamor Prambanan’. Disebut demikian karena meteor ini
jatuh di daerah Prambanan sekitar tahun 1784 di masa pemerintahan
Susuhunan Paku Buwana III di Surakarta,” demikian kata Guru Besar
Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Timbul Haryono M.Sc. dalam
pidato pengukuhannya di depan Rapat Senat Terbuka UGM, Sabtu (27/4).
Dosen Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya dan Pascasarjana UGM itu
membawakan pidato berjudul “Logam dan Peradaban Manusia dalam Perspektif
Historis-Arkeologis”.
Dikatakan Timbul, pamor tersebut sampai sekarang masih disimpan di
Keraton Surakarta dan diberi nama Kiai Pamor. Penelitian laboratoris
terhadap meteor itu menunjukkan kandungan unsurnya adalah 94,5 persen
besi dan 5 persen nikel. Jenis batu pamor lainnya adalah pamor Luwu yang
asalnya dari Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Berdasarkan bahan
pembuatan keris, proses pembuatan keris peradaban Jawa secara simbolik
identik dengan konsep persatuan “bapa akasa-ibu pertiwi”. Bahan besi
diperoleh dari perut Bumi (Ibu Pertiwi) dan bahan pamor adalah meteor
jatuh dari angkasa (Bapa Akasa). Keduanya kemudian disatukan menjadi
senjata keris.
Makna Desain Keris
- Pulang Geni merupakan salah satu dapur keris yang populer dan banyak dikenal karena memiliki padan nama dengan pusaka Arjuna. Pulang Geni bermakna Ratus atau Dupa atau juga Kemenyan. Bahwa manusia hidup harus berusaha memiliki nama harum dengan berperilaku yang baik, suka tolong menolong dan mengisi hidupnya dengan hal-hal atau aktivitas yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Berkelakuan yang baik dan selalu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak, tentu namanya akan selalu dikenang walau orang tersebut sudah meninggal. Oleh karena itu, keris dapur Pulang Geni umumnya banyak dimiliki oleh para pahlawan atau pejuang.
- Kidang Soka memiliki makna “kijang yang berduka”. Bahwa hidup manusia akan selalu ada duka, tetapi manusia diingatkan agar tidak terlalu larut dalam duka yang dialaminya. Kehidupan masih terus berjalan dan harus terus dilalui dengan semangat hidup yang tinggi. Keris ini memang memiliki ciri garap sebagaimana keris tangguh Majapahit, tetapi melihat pada penerapan pamor serta besinya, tidak masuk dikategorikan sebagai keris yang dibuat pada zaman Majapahit. Oleh karena itu, dalam pengistilahan perkerisan dikatakan sebagai keris Putran atau Yasan yang diperkirakan dibuat pada zaman Mataram. Kembang Kacang Pogog semacam ini umumnya disebut Ngirung Buto.
- Sabuk Inten, merupakan salah satu dapur keris yang melambangkan kemakmuran dan atau kemewahan. Dari aspek filosofi, dapur Sabuk Inten melambangkan kemegahan dan kemewahan yang dimiliki oleh para pemilik modal, pengusaha, atau pedagang pada zaman dahulu. Keris Sabuk Inten ini menjadi terkenal, selain karena legendanya, juga karena adanya cerita silat yang sangat populer berjudul Naga Sasra Sabuk Intenkarangan Sabuk Inten karangan S.H. Mintardja pada tahun 1970-an.
- Naga Sasra adalah salah satu nama Dapur Keris Luk 13 dengan gandik berbentuk kepala naga yang badannya menjulur mengikuti sampai ke hampir pucuk bilah. Salah satu Dapur Keris yang paling terkenal walaupun jarang sekali dijumpai adanya keris Naga Sasra Tangguh tua. Umumnya keris dapur Naga Sasra dihiasi dengan kinatah emas sehingga penampilannya terkesan indah dan lebih berwibawa. Keris ini memiliki gaya seperti umumnya keris Mataram Senopaten yang bentuk bilahnya ramping seperti keris Majapahit, tetapi besi dan penerapan pamor serta gaya pada wadidhang-nya menunjukkan ciri Mataram Senopaten. Sepertinya keris ini berasal dari era Majapahit akhir atau bisa juga awal era Mataram Senopaten (akhir abad ke-15 sampai awal abad ke-16). Keris ini dulunya memiliki kinatah Kamarogan yang karena perjalanan waktu, akhirnya kinatah emas tersebut hilang terkelupas. Tetapi secara keseluruhan, terutama bilah keris ini masih bisa dikatakan utuh. Keris Dapur Naga Sasra berarti “ular yang jumlahnya seribu (beribu-ribu)” dan juga dikenal sebagai keris dapur Sisik Sewu. Dalam budaya Jawa, Naga diibaratkan sebagai penjaga. Oleh karena itu, banyak kita temui pada pintu sebuah candi atau hiasan lainnya yang dibuat pada zaman dahulu. Selain penjaga, naga juga diibaratkan memiliki wibawa yang tinggi. Oleh karena itu, Keris dengan dapur Naga Sasra memiliki nilai yang lebih tinggi daripada keris lainnya.
- Sengkelat, adalah salah satu keris dari jaman Mataram Sultan Agung (sekitar awal abad ke-17). Dapur Keris ini adalah Sengkelat. Pamor keris sangat rapat, padat dan halus. Ukuran lebar bilah lebih lebar dari keris Majapahit, tetapi lebih ramping daripada keris Mataram era Sultan Agung pada umumnya. Panjang bilah 38 cm, yang berarti lebih panjang dari Keris Sengkelat Tangguh Mataram Sultan Agung umumnya. Bentuk luknya lebih rengkol dan dalam dari pada keris era Sultan Agung pada umumnya. Gonjo yang digunakan adalah Gonjo Wulung (tanpa pamor) dengan bentuk Sirah Cecak runcing dan panjang dengan buntut urang yang nguceng mati, Kembang Kacang Nggelung Wayang. Jalennya pendek dengan Lambe Gajah yang lebih panjang dari Jalen. Sogokan tidak terlalu dalam dengan Janur yang tipis tetapi tegas sampai ke pangkal bilah. Wrangka(sarung) keris ini menggunakan gaya Surakarta yang terbuat dari kayu cendana.
- Raga Pasung, atau Rangga Pasung, memiliki makna sesuatu yang dijadikan sebagai upeti. Dalam hidup di dunia, sesungguhnya hidup dan diri manusia ini telah diupetikan kepada Tuhan YME. Dalam arti bahwa hidup manusia ini sesungguhnya telah diperuntukkan untuk beribadah, menyembah kepada Tuhan YME. Dan karena itu kita manusia harus ingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini sesungguhnya semu dan kesemuanya adalah milik Tuhan YME.
- Bethok Brojol, adalah keris dari tangguh tua juga. Keris semacam ini umumnya ditemui pada tangguh tua seperti Kediri/Singasari atau Majapahit. Dikatakan Bethok Brojol karena bentuknya yang pendek dan sederhana tanpa ricikan kecuali Pijetan sepeti keris dapur Brojol.
- Puthut Kembar, oleh banyak kalangan awam disebut sebagai Keris Umphyang. Padahal sesungguhnya Umphyang adalah nama seorang empu, bukan nama dapur keris. Juga ada keris dapur Puthut Kembar yang pada bilahnya terdapat rajah dalam aksara Jawa kuno yang tertulis “Umpyang Jimbe”. Ini juga merupakan keris buatan baru, mengingat tidak ada sama sekali dalam sejarah perkerisan di mana sang empu menuliskan namanya pada bilah keris sebagai label atau trade mark dirinya. Ini merupakan kekeliruan yang bisa merusak pemahaman terhadap budaya perkerisan. Puthut, dalam terminologi Jawa bermakna Cantrik, atau orang yang membantu atau menjadi murid dari seorang pandita/empu pada zaman dahulu. Bentuk Puthut ini konon berasal dari legenda tentang cantrik atau santri yang diminta untuk menjaga sebilah pusaka oleh sang Pandita, juga diminta untuk terus berdoa dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Bentuk orang menggunakan Gelungan di atas kepala, menunjukkan adat menyanggul rambut pada zaman dahulu. Bentuk wajah, walau samar, tetapi masih terlihat jelas guratannya. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa dapur Puthut mulanya dibuat oleh Empu Umpyang yang hidup pada era Pajang awal. Tetapi ini pun masih belum bisa dibuktikan secara ilmiah karena tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah.
- Pajang, dalam Nagarakretagama yang ditulis pada zaman Majapahit disebutkan adanya Pajang pada zaman tersebut. Oleh karena itu, sangat sulit untuk mengidentifikasi, apakah keris dengan besi Majapahit. Tetapi juga ada ciri keris Pajang bisa dikatakan tangguh Pajang-Majapahit, yang berarti keris buatan Pajang pada era Majapahit akhir (?).
- Keris Lurus Semelang; dalam bahasa Jawa bermakna kekhawatiran atau kecemasan terhadap sesuatu. Sedangkan Gandring memiliki arti setia atau kesetiaan yang juga bermakna pengabdian. Dengan demikian, Sumelang Gandring memiliki makna sebagai bentuk dari sebuah kecemasan atas ketidaksetiaan akibat adanya perubahan. Ricikan keris ini antara lain: gandik polos, sogokan satu di bagian depan dan umumnya dangkal dan sempit, serta sraweyan dan tingil. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa keris dapur Sumelang Gandring termasuk keris dapur yang langka atau jarang ditemui walau banyak dikenal di masyarakat perkerisan. (Ensiklopedia Keris: 445-446). Konon salah satu pusaka kerajaan Majapahit ada yang bernama Kanjeng Kyai.
- Sumelang Gandring; pusaka ini hilang dari Gedhong Pusaka Keraton. Lalu Raja menugaskan Empu Supo Mandangi untuk mencari kembali pusaka yang hilang tersebut. Dari sinilah berawal tutur mengenai nama Empu Pitrang yang tidak lain juga adalah Empu Supo Mandrangi (Ensiklopedia Keris: 343-345).
Tilam
Upih, dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman
daun untuk tidur, diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga
atau rumah tangga. Oleh karena itu, banyak sekali pusaka keluarga yang
diberikan secara turun-temurun dalam dapur Tilam Upih. Ini menunjukkan
adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya nanti bisa
memperoleh ketenteraman dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Sedangkan Pamor ini dinamakan Udan Masm Tiban. Ini karena terlihat
dari penerapan pamor yang seperti tidak direncanakan sebelumnya oleh si
empu. Berbeda dengan kebanyakan Udan Mas Rekan yang bulatannya sangat
rapi dan teratur, Udan Mas Tiban ini bulatannya kurang begitu teratur
tetapi masih tersusun dalam pola 2-1-2. Pada 1930-an, yang dimaksud
dengan pamor Udan Mas adalah Pamor Udan Mas Tiban yang pembuatannya
tidak direncanakan oleh sang empu (bukan pamor rekan). Ini dikarenakan
pamor Udan Mas yang rekan dicurigai sebagai pamor buatan (rekan). Tetapi
toh juga banyak keris pamor udan mas rekan yang juga merupakan
pembawaan dari zaman dahulu.
Oleh banyak kalangan, keris dengan Pamor Udan Mas dianggap memiliki
tuah untuk memudahkan pemiliknya mendapatkan rezeki. Dengan rezeki yang
cukup,diharapkan seseorang bisa membina rumah tangga dan keluarga lebih
baik dan sejahtera. Lar Gang Sir konon merupakan kepanjangan dari Gelar
Ageman Siro yang memiliki makna bahwa gelar atau jabatan dan pangkat di
dunia ini hanyalah sebuah ageman atau pakaian. Suatu saat tentu akan
ditanggalkan. Karena itu jika kita memiliki jabatan/pangkat atau
kekayaan, maka janganlah kita sombong dan takabur (Jawa = ojo dumeh).
Jangan mentang-mentang memiliki kekuasaan, pangkat dan jabatan atau
kekayaan, maka kita bisa seenaknya sendiri sesuai keinginan kita tanpa
memikirkan kepentingan orang lain.
Kesimpulan
Dalam dunia keris terdapat tiga kelompok pandangan yang berbeda. Pandangan pertama yang berkembang bahwa:
1. Keris adalah hasil kebudayaan, kagunan, atau kesenian.
2. Keris merupakan senjata pusaka dikarenakan daya gaib atau tuah yang dimilikinya.
3. Keris merupakan pusaka dengan berbagai variasi pemaknaannya dan
dinyatakan dengan istilah-istilah yang hanya dikenali oleh kalangan
tersebut, terutama makna-makna sosial, historis, filosofis, etis, dan
religius-mistis.
Dari ketiga pandangan di atas dapat kita ketahui bahwa keris
merupakan karya agung yang harus dilestarikan. Karena jika dilihat dari
kacamata desain, sebuah keris memiliki berbagai keunikan yang sangat
spesifik. Hal ini terbukti dengan penamaan setiap lekuk yang begitu
detail di setiap bagiannya.
Jika ditilik dari makna yang terkandung pada sebilah keris, di situ
tecermin kearifan lokal terutama masyarakat jawa yang menjadikan keris
sebagai simbol kekuatan sekaligus mewakili karakter yang memilikinya.
Desain keris memunyai kekuatan tersendiri dalam membentuk kearifan lokal
yang selanjutnya bisa menjadi indikator kebudayaan di suatu tempat.
Diambil dari makalah berjudul sama karya Warto, kandidat dosen jurusan Dakwah STAIN Purwokerto
AGAMA PADA MASSA MAJAPAHIT
Majapahit banyak meninggalkan tempat-tempat suci, sisa-sisa sarana
ritual keagamaan masa itu. Bangunan-bangunan suci ini dikenal dengan
nama candi, pemandian suci (pertirtan) dan gua-gua pertapaan.
Bangunan-bangunan survei ini kebanyakan bersifat agama siwa, dan sedikit
yang bersifat agama Buddha, antara lain Candi Jago, Bhayalangu,
Sanggrahan, dan Jabung yang dapat diketahui dari ciri-ciri arsitektural,
arca-arca yang ditinggalkan, relief candi, dan data tekstual, misalnya
kakawin Nagarakretagama, Arjunawijaya, Sutasoma, dan sedikit berita prasasti.
Di samping perbedaan latar belakang keagamaan, terdapat pula
perbedaan status dan fungsi bangunan suci. Berdasarkan status bangunan
suci, kita dapat kelompokkan menjadi dua, yaitu bangunan yang dikelola
oleh pemerintah pusat dan yang berada di luar kekuasaan pemerintah
pusat.
Bangunan suci yang dikelola pemerintah pusat ada dua macam, yaitu:
1. Dharma-Dalm, disebut pula Dharma-Haji yaitu bangunan suci yang diperuntukkan bagi raja beserta keluarganya. Jumlah dharma-haji ada 27 buah, di antaranya Kegenengan, Kidal, Jajaghu, Pikatan, Waleri, Sukalila, dan Kumitir.
2. Dharma-Lpas, yaitu bangunan suci yang dibangun di atas tanah wakaf (bhudana) pemberian raja untuk para rsi-saiwa-sogata, untuk memuja dewa-dewa dan untuk mata pencarian mereka.
1. Dharma-Dalm, disebut pula Dharma-Haji yaitu bangunan suci yang diperuntukkan bagi raja beserta keluarganya. Jumlah dharma-haji ada 27 buah, di antaranya Kegenengan, Kidal, Jajaghu, Pikatan, Waleri, Sukalila, dan Kumitir.
2. Dharma-Lpas, yaitu bangunan suci yang dibangun di atas tanah wakaf (bhudana) pemberian raja untuk para rsi-saiwa-sogata, untuk memuja dewa-dewa dan untuk mata pencarian mereka.
Sedangkan bangunan suci yang berada di luar pengelolaan pemerintah pusat kebanyakan adalah milik prasasti rsi, antara lain mandala, katyagan, janggan. Secara umum bangunan ini disebut patapan atau wanasrama karena letaknya terpencil. Mandala yang dikenal sebagai kadewaguruan adalah tempat pendidikan agama yang dipimpin oleh seorang siddharsi yang disebut pula dewaguru.
Berdasarkan fungsinya, candi-candi masa Majapahit dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Candi-candi yang memunyai dua fungsi, yaitu sebagai pendharmaan raja dan keluarganya, juga sebagai kuil pemujaan dewa dengan ciri adanya tubuh candi dan ruang utama (garbhagrha) untuk menempatkan sebuah arca pendharmaan (dewawimbha), misalnya Candi Jago, Pari, Rimbi, Simping (Sumberjati).
1. Candi-candi yang memunyai dua fungsi, yaitu sebagai pendharmaan raja dan keluarganya, juga sebagai kuil pemujaan dewa dengan ciri adanya tubuh candi dan ruang utama (garbhagrha) untuk menempatkan sebuah arca pendharmaan (dewawimbha), misalnya Candi Jago, Pari, Rimbi, Simping (Sumberjati).
2. Candi-candi yang hanya berfungsi sebagai kuil pemujaan, dengan ciri tidak memunyai garbhagrha dan
arca pendharmaan/perwujudan; tubuh candi diganti dengan altar atau
miniatur candi. Candi-candi kuil ini kebanyakan dipakai oleh para rsi
dan terletak di lereng-lereng gunung, misalnya di lereng Gunung
Penanggungan, Lawu, Wilis, dsb.
Berdasarkan sumber tertulis, raja-raja Majapahit pada umumnya
beragama Siwa dari aliran Siwasiddhanta kecuali Tribuwanattungadewi
(ibunda Hayam Wuruk) yang beragama Buddha Mahayana. Walau begitu agama
Siwa dan agama Buddha tetap menjadi agama resmi kerajaan hingga akhir
tahun 1447. Pejabat resmi keagamaan pada masa pemerintahan Raden Wijaya
(Kertarajasa) ada dua pejabat tinggi Siwa dan Buddha, yaitu Dharmadyaksa ring Kasaiwan dan Dharmadyaksa ring Kasogatan, kemudian lima pejabat Siwa di bawahnya yang disebut Dharmapapati atau Dharmadihikarana.
Selain itu terdapat pula para agamawan yang mempunyai peranan penting dilingkungan istana yang disebut tripaksa yaitu rsi-saiwa-sagata (berkelompok tiga) dan catur dwija yaitu mahabrahmana (wipra)-saiwa-sogata-rsi (berkelompok empat).
Pembaruan/pertemuan agama Siwa dan agama Buddha pertama kali terjadi
pada masa pemerintahan Raja Kertanagara, raja terakhir Singasari. Apa
maksudnya belum jelas, mungkin di samping sifat toleransinya yang sangat
besar, juga terdapat alasan lain yang lebih bersifat politik, yaitu
untuk memperkuat diri dalam menghadapi musuh dari Cina, Kubilai Khan.
Untuk mempertemukan kedua agama itu, Kertanagara membuat candi
Siwa-Buddha, yaitu Candi Jawi di Prigen dan Candi Singasari di dekat
Kota Malang.
Pembaruan agama Siwa-Buddha pada zaman Majapahit, antara lain,
terlihat pada cara mendharmakan raja dan keluarganya yang wafat pada dua
candi yang berbeda sifat keagamaannya. Hal ini dapat dilihat pada raja
pertama Majapahit, yaitu Kertarajasa, yang didharmakan di Candi
Sumberjati (Simping) sebagai wujud siwa (Siwawimbha) dan di Antahpura
sebagai Buddha; atau raja kedua Majapahit, yaitu Raja Jayabaya yang
didharmakan di Shila Ptak (red. Sila Petak) sebagai Wisnu dan di
Sukhalila sebagai Buddha. Hal ini memperlihatkan bahwa kepercayaan di
mana Kenyataan Tertinggi dalam agama Siwa maupun Buddha tidak berbeda.
Agama Siwa yang berkembang dan dipeluk oleh raja-raja Majapahit
adalah Siwasiddhanta (Siddantatapaksa) yang mulai berkembang di Jawa
Timur pada masa Raja Sindok (abad ke-10). Sumber ajarannya adalah Kitab Tutur (Smrti), dan yang tertua adalah Tutur Bhwanakosa yang disusun pada zaman Mpu Sindok, sedang yang termuda dan terpanjang adalah Tutur Jnanasiddhanta yang
disusun pada zaman Majapahit. Ajaran agama ini sangat dipegaruhi oleh
Saiwa Upanisad, Vedanta, dan Samkhya. Kenyataan Tertinggi agama ini
disebut Paramasiwa yang disamakan dengan suku Kata suci “OM”. Sebagai dewa tertinggi, Siwa memunyai tiga hakikat (tattwa) yaitu:
• paramasiwa-tattwa yang bersifat tak terwujud (niskala);
• sadasiwa-taattwa yang bersifat berwujud-tak berwujud (sanakala-niskala);
• siwa-tattwa yang bersifat berwujud (sakala).
• paramasiwa-tattwa yang bersifat tak terwujud (niskala);
• sadasiwa-taattwa yang bersifat berwujud-tak berwujud (sanakala-niskala);
• siwa-tattwa yang bersifat berwujud (sakala).
Selain agama Siwasiddhanta dikenal pula aliran Siwa Bhairawa yang
muncul sejak pemerintahan Raja Jayabaya dari Kediri. Beberapa pejabat
pemerintahan Majapahit memeluk agama ini. Agama ini adalah aliran yang
memuja Siwa sebagai Bhairawa. Di India Selatan mungkin dikenal sebagai
aliran Kapalika. Pemujanya melakukan tapa yang sangat keras, seperti
tinggal di kuburan dan memakan daging dan darah manusia (mahavrata).
Di samping agama Siwa, terdapat pula agama Waisnawa yang memuja Dewa
Wisnu, yang dalam agama Siwa, Wisnu hanya dipuja sebagai dewa pelindung (istadewata).
Sumber Tulisan:
Langganan:
Postingan (Atom)