Teknologi digital
yang menawarkan kecepatan dalam memberikan informasi kepada audiens menyebabkan
terjadinya mediamorfosis, baik pada media Radio, Cetak , maupun televisi. Revolusi
teknologi telah mengubah cara media massa dalam menyampaikan informasi sebagai
dampak hadirnya beragam perangkat yang memungkinkan masyarakat membaca,
mendengar, dan melihat televisi lewat ponsel dan tablet.
Setelah
industri media cetak bertransformasi ke media digital melalui hadirnya portal online,
koran elektronik (e-paper) dan lainnya, industri televisi dan radio pun
mulai mengikutinya. Alasan yang mendasari adalah, kecepatan, kejernihan suara
dan gambar, serta efisiensi dalam penggunaan spektrum frekuensi. Perubahan ini
tentu saja membawa konsekuensi terhadap infrastruktur teknologi yang dipakai.
Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mencanangkan migrasi teknologi
pertelevisian dari sistem analog saat ini ke sistem digital pada 2018.
Pembangunan infrastruktur TV digital sebenarnya sudah mulai dibangun pada tahun
2012 oleh penyelenggara multipleksing swasta di sejumlah wilayah untuk
mengantisipasi hadirnya era TV digital. Namun baru akan diwajibkan serentak pada
tahun 2018 berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi No 32 Tahun
2013. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan bagi penyelenggara
multipleksing melakukan migrasi sistem pertelevisian dari analog ke digital
yang membutuhan investasi mahal.
Banyak
masyarakat tidak paham perbedaan sistem analog dengan digital, termasuk
infrastruktur di dalamnya. Penyiaran televisi berbasis teknologi analog yang
sekarang kita nikmati, membawa konsekuensi kepada lembaga penyiaran untuk
membangun infrastruktur sendiri, seperti pemancar, antena, dan lainnya karena
tidak ada konvergensi dengan teknologi lain. Hal ini mengakibatkan pemakaian
listrik lebih boros dan juga diperlukan lahan cukup luas untuk membangun
pemancar. Disamping itu, televisi berbasis analog tidak mampu memenuhi tuntutan
industri terkait jumlah penyaluran program karena dalam sistem analog
diperlukan banyak kanal frekuensi. Sebab, satu kanal frekuensi hanya bisa
dipakai oleh satu stasiun TV atau radio.
Berbeda dengan penyiaran dengan menggunakan teknologi digital, tiap kanal
frekuensi dapat dipakai oleh 12 stasiun TV atau radio. Tak hanya masalah
besarnya kuantitas program siaran yang ditawarkan, teknologi digital juga
memberikan kualitas penerimaan siaran yang lebih jernih. Pasalnya, sinyal
pemancar TV digital lebih stabil karena hanya mengenal kondisi diterima (1)
atau tidak diterima (0). Sepanjang pemirsa bisa menerima sinyal televisi,
gambarnya dipastikan lebih jernih. Berbeda dengan televisi berbasis analog,
sinyal yang dipancarkan tidak stabil sehingga menimbulkan noise
(bersemut), tergantung cuaca dan kondisi lainnya.
Pada
dasarnya, televisi digital adalah televisi yang memakai modulasi digital dan
sistem kompresi dalam penyiaran sinyal gambar, suara, dan data ke pesawat
televisi. Sinyal digital berbentuk bit data seperti komputer.
Membangun infrastruktur digital memerlukan investasi yang besar karena operator
multipleksing TV digital harus membangun infratsruktur di zona layanan sesuai
komitmen ketika menang dalam seleksi penyelenggaraan multipleksing. Meskipun
demikian, operator multipleksing dapat menyewakan sebagian kapasitas yang
dimilikinya kepada lembaga penyiaran televisi yang menyediakan program. Dengan
demikian, lembaga penyiaran dapat menyewa slot siaran.
Bagaimana dengan peralatan televisi yang kita punyai saat ini, apakah masih
bisa dipakai pada era televisi digital nanti? Kemenkominfo telah membuat
tahapan masa transisi untuk digitalisasi pertelevisian. Masyarakat tidak perlu
membeli pesawat TV baru karena pemerintah akan memberikan converter (set
top box/STB), yakni alat bantu penerimaan digital yang mengkonversi dan
mengkompresi sinyal digital pada pesawat TV analog. STB sebagai receiver
sinyal digital harus memiliki standard yang sama dengan sistem pemancar (transmitter),
yaitu DVB-T2. Standard ini diadopsi Indonesia sejak 2012, menggantikan standard
DVB-T (2007) sebagai standard penyiaran TV Digital terestrial penerimaan tetap free-to-air
atau tidak berbayar. Tujuannya agar masyarakat bisa membedakan keunggulan
sistem digital.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar